Cerita Ramadhan | Belajar Memiliki Hati yang Ikhlas
Saya masih ingat jelas saat itu, saat dimana saya sedang terbaring lemas melawan sakit dengan selang infus yang terpasang di tangan sebelah kiri. Betapa saya sangat terkejut sekali ketika pasangan saya datang dan duduk di dekat tubuh saya yang sedang berbaring. Dengan pelan-pelan dia berusaha untuk menjelaskan sesuatu kepada saya, bahwa kamera SLR miliknya hilang. Mendengar hal tersebut rasanya degup jantung saya berhenti seketika, saya masih belum percaya dan berusaha untuk meyakinkan lagi kalau dia sedang bercanda saja. Tetapi dengan tegas dia menjelaskan lagi kepada saya bahwa kamera mahal miliknya tersebut memang benar-benar hilang.
Kamera SLR itu hilang begitu saja dicuri dari dalam rumahnya, entah siapa orang yang tega mengambil barang kesayangan milik pasangan saya itu. Kamera SLR lengkap dengan tiga buah lensa diambil begitu saja, meskipun itu bukan milik saya tapi hati saya merasa sedih sekali. Kamera tersebut adalah salah satu alat kami untuk bekerja, untuk mengambil foto-foto dan membuat postingan dalam website yang kami kelola bersama.
Sejak memutuskan untuk memulai hubungan yang serius sejak satu tahun yang lalu, kami berkomitmen untuk bekerja sama mengembangkan website PulauMadura.com dan beberapa usaha lainnya. Kami ingin merintis bersama dari nol, kami ingin menabung untuk masa depan kelak, kami memiliki cita-cita untuk tidak lagi merepotkan kedua orang tua.
Oleh karena itu, kami berdua sangat bersemangat untuk bekerja guna mengumpulkan uang. Sekarang kamera hitam yang biasa menemani kami bekerja kemana-mana sudah hilang. Rasanya hati saya tidak ikhlas, saya marah, saya kecewa, apalagi saya tahu bagaimana usaha pasangan saya untuk bisa memiliki kamera tersebut dulunya.
Jujur, saya sempat marah kepada Tuhan kenapa ujian ini datang bertubi-tubi. Saya yang sedang sakit Demam Berdarah dan membutuhkan biaya, kamera kami hilang ditambah dia yang juga sakit. Tidak sedikit biaya yang sudah kami keluarkan untuk biaya berobat berdua waktu itu.
Mari Temukan Hati yang Luas untuk Sabar Tak Berbatas
Orang bilang kita akan baru bisa benar-benar beristirahat setelah nanti kita sudah di surgaNya. Itu berarti selama masih hidup, selama nafas masih berhembus, selama darah masih mengalir kita tetap berjalan menyusuri waktu dan berbagai macam keadaan dalam hidup. Berbicara tentang keikhlasan bagi saya pribadi sama saja saya membicarakan tentang derajat tertinggi seorang manusia. Tidak mudah untuk bisa menjadi ikhlas, benar-benar ikhlas di hadapan Allah SWT, terkadang sakit sedikit saja kita sudah merintih tidak kuat dan ingin menyerah.
Berbicara tentang keikhlasan, saya langsung teringat akan keikhlasan Nabi Muhammad SAW jujungan kita yang ikhlasnya tiada tertandingi itu. Saya malu, sangat malu ketika saat-saat dimana saya berujar ikhlas di lisan saja namun hati entah bagaimana. Saya malu pada Beliau sebagai umatnya saya masih jauh untuk bisa mengikuti setiap sunnahnya dan mencontoh perilakunya.
Namun, saya selalu percaya sekalipun ikhlas itu sulit untuk diraih tapi bila ada usaha bukan tidak mungkin ikhlas akan terselip di dalam hati. Saya ingin sedikit mengingat masa lalu saya, mengingat kembali setiap episode kehidupan yang pernah Allah gariskan dalam hidup saya. Allah menguji kita pada titik terlemah dan sebagai seorang manusia biasa terlebih lagi sebagai seorang perempuan dimana hati menjadi tumpuan hidup, Allah uji saya pada bagian tersebut.
Allah yang Maha membolak balikkan hati setiap hambaNya juga membolak balikkan hati saya kala itu. Awal mula saya serius untuk bisa istiqomah mengenal agama ini, Allah mengharuskan saya untuk mengikhlaskan sesuatu kepada pemilik sesungguhnya. Betapa saat itu terasa berat, perih dan sedihnya hati saya dan itu terjadi tidak hanya sekali, ternyata saat itu Allah ingin perkenalkan saya dengan awal dari sebuah keikhlasan.
Dan sekarang saat dimana saya benar-benar telah sampai pada titik ini saya mencoba untuk kembali melihat kebelakang walaupun saya sedikit ragu untuk kembali menoleh namun saya beranikan diri. Entah saya harus berkata apa, jalan yang dulu pernah saya lewati sangat berliku, terjang dan curam, terbesit dalam hati, "saya bisa melewatinya..".
Karena kasih sayang Allah saya mengenal arti kejujuran, keikhlasan, ketulusan, kebaikan, kebijaksanaan, empati, simpati, kasih sayang, kedamaian, ketenangan dan segala pernik-pernik kebaikan dalam hidup. Karena Allah juga saya mengerti pentingnya memiliki tubuh yang sehat, akal yang lurus, rasa haus akan ilmu dunia dan akhirat. Dari semua hal tersebut ada satu titik puncak kehidupan yang masih akan terus saya telusuri dan entah kapan saya bisa tiba di puncak tersebut yakni keikhlasan.
Sesulit apapun saya harus bisa bertahan sambil terus belajar untuk memiliki pemahaman yang lebih baik, saat ikhlas mulai tergerus waktu saya terus berusaha bertahan supaya tidak semakin tergerus. Saya hanya ingin Allah tidak kecewa melihat saya, orang tua saya bahagia melihat saya, suami saya kelak bangga karena telah bisa memiliki saya dan anak-anak saya percaya bahwa mereka memiliki ibu yang terus berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka.
Saya ingin tertawa kecil, saya malu, ternyata saya masih suka mengeluh, saya ingin ikhlas menjalani setiap episode hidup ini. Begitu juga ikhlas menerima kenyataan kalau kamera yang biasa kami gunakan untuk bekerja itu sudah tidak ada lagi. Setiap malam saya berdoa supaya kamera tersebut bisa kembali ke tangan kami, segera!.
Baca Juga : Sahabat Terbaik, Sahabat yang Tidak Pernah Membuat Bersedih
Baca Juga : Sahabat Terbaik, Sahabat yang Tidak Pernah Membuat Bersedih
Berdoa adalah bentuk kepasrahan bukan bentuk paksaan
Saya terdiam langsung dan benar-benar terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata ketika menemukan penggalan kalimat di atas. Seketika itu otak saya kembali mengingat-ingat apakah selama ini saya berdoa dengan penuh kepasrahan atau sebaliknya hanya penuh kepaksaan saja ? Apa benar bentuk kepasrahan itu belum sepenuhnya hadir di setiap bingkaian doa-doa yang saya panjatkan selama ini ?.
Jadi, selama ini saya masih memaksa kehendak saya kepada Allah ? Padahal Dia-lah satu-satunya yang Maha Mengetahui setiap hal terbaik bagi semua hambaNya. Dalam salah satu firmanNya di katakan bahwa, "belum tentu apa yang kau sangka baik itu baik bagimu dan belum tentu apa yang kau sangka buruk itu buruk bagimu.." kembali saya mengelus-ngelus dada.
Ternyata memiliki hati yang ikhlas penuh kepasrahan kepada Allah itu bukanlah suatu hal yang mudah untuk bisa dimiliki. Ketika berdoa saja saya kerap kali belum bisa pasrah dan mungkin saja sangat memaksakan kehendak pribadi saya, lantas bagaimana bisa saya bersikap ikhlas menerima setiap ujian atau keadaan sulit ? Badan saya mulai melemas bila mengingatnya.
Bukankah pasrah itu adalah buah dari keikhlasan, bagaimana mungkin saya bisa ikhlas kalau pasrah saja saya tidak sepenuhnya bisa melakukannya ? saya pun semakin larut dalam diam. Kembali dan terus bertanya-tanya apakah mungkin selama ini saya sudah benar-benar ikhlas mencintai Allah ? Kemudian saya tidak kuasa membendung air mata saya yang memaksa untuk menetes sejak tadi.
Sekarang saya masih terus berusaha untuk ikhlas menerima kenyataan bahwa kamera mahal itu sudah hilang. Pasangan saya selalu bilang, “Kalau kamera itu masih rezeki kita pasti akan kembali, entah bagaimana caranya..” tapi tetap saja saya masih bingung, bagaimana bisa kami bekerja tanpa kamera tersebut ?.
Hilangnya kamera jelas membuat kami mendapatkan banyak hal, rasa sedih sudah pasti tapi ada yang lebih dari itu. Kami berdua terutama saya kembali untuk mengenal kata ikhlas, Ramadhan kali ini lagi-lagi Allah ingin mengenalkan saya pada rasa ikhlas yang lebih mendalam yaitu ikhlas beribadah karenaNya di saat dimana sepertinya ibadah tidak lagi terasa ikhlas karenaNya sebab ada hal lain yang di inginkan.
Ikhlas untuk menerima segala ketetapan dariNya dan semua keadaan yang Dia berikan. Ketika semua keadaan sulit harus tetap saya lewati Allah terus saja menuntun saya, menguatkan hati, membuat saya kembali berdiri dan kembali yakin untuk bisa segera menyelesaikan ujian ini dengan baik seperti apa yang Allah inginkan.
9 komentar
Ikhlas memang tak mudah.
BalasHapusKuncinya menerima apa yg kita alami.
Introspeksi perlu agar kita bisa lebih baik tapi jangann sampai menghakimi diri sendiri atas apa yang terjadi.
Iya betul Mbak, makasi utuk nasehatnya semoga kami berdua bisa lebih ikhlas dan intropeksi diri.
Hapusduh saya bisa bayangin betapa downnya kehilangan barang berharga di saat lagi sakit, ikhlas memang susah tapi kalu mau berusaha Insya Allah bisa.
BalasHapusBerat rasanya mas, tapi semoga Allah ganti dengan yang lebih baik.
HapusMemang ikhlas itu susaah banget tp ketika bisa mencapai taraf ikhlas insyaallah hati lebij tenang n yakin aja Allah pasti sudah menyiapkan ganti yg lebih baik. Smangat ^^
BalasHapusMakasi mbak Muna, semangaaatt.. :)
Hapussemogaaa bisa selalu beljar ikhlas yaa
BalasHapussebuah kata yang gampang diucapkan tapi terkadang begitu berat dilakukan hukss..
Aamiinn Teh, harus tetap semangat meskipun berat banget.
Hapusikhlas, saya terus menerus belajar ini mba...
BalasHapusJangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.
Terima Kasih.