Sahabat Terbaik, Sahabat yang Tidak Pernah Membuat Bersedih
Setiap pemberian pasti memiliki arti dan mempunyai kenangan tersendiri yang tidak bisa diganti dengan apapun juga. Ingatan saya pergi ke masa lalu tepatnya sekitar 5 tahun yang lalu saat kedua orang tua saya datang dan masuk ke dalam kamar memberikan sebuah bingkisan kecil yang dibungkus dengan selembar kertas dari koran. Sebenarnya menulis tentang kenangan ini saja kedua mata saya tidak mampu membendung air mata yang seakan ingin tumpah keluar. Namun, saya rindu untuk kembali mengingat-ingat kenangan pada waktu itu. Sebuah bingkisan kecil yang sudah membuat saya bahagia tiada terkira, sebelum membuka bingkisan tersebut sebenarnya hati saya sudah tahu apa isi di dalamnya.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, perlahan-lahan saya membuka bingkisan yang dibungkus rapi tersebut. Isinya adalah sebuah Al Qur’an berukuran kecil sekitar 10 x 8 cm dengan sampul kuning keemasan. Beberapa minggu sebelum mendapatkan Al Qur’an ini saya sempat meminta secara langsung kepada kedua orang tua untuk dibelikan.
Iya, dibelikan. Meskipun pada saat itu saya baru beberapa bulan diterima bekerja menjadi karyawan pada salah satu perusahaan swasta. Kalau menurut logika, saya bisa dan sangat mampu untuk membeli Al Qur’an tersebut tapi entah kenapa saya ingin sekali kedua orang tua yang membelikan khusus untuk saya.
Saya masih ingat jelas, harga Al Qur’an kecil bersampul kuning emas cantik itu sekitar 25 ribu, tidak mahal. Akhirnya secara mengejutkan kedua orang tua saya membelikan untuk saya dan memberikannya tepat sehari sebelum bulan Ramadhan tiba. Hari ini, sehari sebelum bulan Ramadhan tiba Al Qur’an kesayangan milik saya itu kembali ditemukan setelah hampir 8 bulan lamanya hilang begitu saja.
Ketika Hidayah Datang, Al Qur’an Kecil Menemani
Saya ingin bercerita tapi semoga ini tidak dinilai sebagai bagian pamer atau riya’ maupun istilah lainnya. Mungkin teman-teman sudah tahu kalau saya adalah anak tunggal dan seperti yang pernah teman-teman baca sebelumnya dalam postingan di blog ini saya pernah menjadi anak tunggal yang super menyebalkan bagi semua orang.
Entah kenapa istilah “Anak Tunggal” kerap memiliki stigma dan penilaian yang buruk, anak tunggal dikenal sebagai sosok yang manja, egois, ceroboh dan tidak bisa diandalkan. Semua stigma tersebut sempat melekat dalam diri saya beberapa tahun yang lalu sebelum akhirnya doa-doa malam mama dikabulkan Tuhan.
Hidayah itu datang menyapa relung hati saya tepat 6 tahun silam, sebelumnya hari-hari saya dipenuhi dengan kelakuan yang tidak menyenangkan. Tidak jarang saya membuat menangis kedua orang tua ketika melihat tingkah laku saya yang suka seenaknya saja. Sungguh, doa-doa itu tidak pernah meninggalkan kita, dia pergi melesat cepat menuju Tuhan.
Sama seperti doa-doa yang mama saya panjatkan disetiap malamnya, untuk anak perempuannya ini. Sejak hidayah itu datang kehidupan saya berubah seketika, tidak ada lagi tingkah menyebalkan yang saya lakukan dan tidak ada lagi tetesan air mata yang membasahi pipi kedua orang tua saya. Memang benar bahwa hanya Tuhan yang mampu membolak-balikkan hati setiap hambaNya.
Sejak saat itu, bukan hanya tingkah laku saya yang berubah tapi perlahan demi perlahan cara berpikir dan ibadah sayapun juga ikut berubah. 6 tahun yang lalu tepat pada tanggal kelahiran saya memutuskan untuk menggunakan kerudung. Keputusan tersebut sempat diragukan oleh banyak orang terutama keluarga sendiri, mereka khawatir saya akan menggunakan kerudung jika lagi kepengen saja.
Tapi tidak apa-apa, waktu itu saya berpikir bahwa setiap orang hanya mampu menilai bagian luar saja mereka tidak mampu melihat setiap niat baik yang ada di dalama hati. Sejak saat itu juga kehidupan saya berbalik 360 derajat menjadi jauh lebih religius, sholat tidak pernah lagi bolong, sholat sunnah, puasa sunnah, membaca Al Qur’an sampai memutuskan untuk kembali belajar mengaji secara mendalam selama satu tahun.
Al Qur’an Kecil Sahabat Terbaik Bagi Saya
Masjid Agung Bangkalan menjadi salah satu saksi bisu perjalanan hijrah saya saat itu, setiap waktu jika tidak sedang ada pekerjaan di rumah saya pergi ke masjid sebelum adzan dengan sepeda. Jarak antara rumah saya dengan masjid sekitar satu kilometer, sambil melewati panas terkadang menembus hujan gerimis tidak sekalipun menyurutkan langkah saya pergi ke masjid.
Sampai-sampai saya hafal dan kenal betul secara pribadi dengan jama’ah masjid dan seorang ibu yang sukarela mengurus kebersihan masjid bagian wanita. Sama halnya seperti masjid agung di daerah lainnya, Masjid Agung Bangkalan memiliki ukuran yang cukup luas dan atap yang tinggi dengan pintu-pintu besar yang selalu terbuka lebar.
Atap yang tinggi dan pintu-pintu yang terbuka lebar itu seakan menyambut kedatangan setiap jama’ah yang ingin beribadah di dalamnya. Saya masih ingat, setiap selesai sholat dzuhur saya selalu duduk di dekat salah satu pintu masjid, angin berhembus sepoi-sepoi membuat hati saya menjadi semakin damai. Di dekat pintu besar masjid itulah saya biasa mengahbiskan beberapa lembar juz Al Qur’an, saya menghayati setiap hurufnya sesekali saya berhenti karena menangis jika mengetahui artinya.
Al Qur’an kecil bersampul kuning emas itu menjadi sahabat saya sejak lima tahun yang lalu, bersama dia saya tidak pernah merasa kesepian. Hati saya tidak pernah bersedih karena hal duniawi, saya tidak pernah marah ketika banyak dihujat orang-orang dan bersama Al Qur’an kecil pemberian kedua orang tua itulah saya seakan sedang berbicara dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada setiap lembar Al Qur’an itulah menjadi tempat air mata saya jatuh menetes terutama di akhir surat Al Kahfi. Semua itu menjadi bukti bahwa hati yang dulunya keras bisa berubah menjadi lembut dengan datangnya Hidayah. Setiap selesai sholat atau disaat waktu luang dimana saja saya gunakan untuk membaca Al Qur’an kecil itu.
Dulu, saya masih ingat ketika pergi bekerja ke luar kota di dalam bus sambil mengantuk saya menyempatkan waktu untuk membaca Al Qur’an. Kemanapun saya pergi, Al Qur’an kecil bersampul emas itu tidak pernah lupa untuk dibawa. Memang benar saya akui, bahwa ada kenikmatan yang luar biasa ketika hati kita sudah mendapat HidayahNya.
8 bulan yang lalu Al Qur’an kesayangan saya itu sempat hilang padahal sudah dicari kemana-mana dan tidak ketemu juga. Sampai akhirnya satu jam sebelum menulis tulisan ini Al Qur’an milik saya ditemukan. Diam-diam mama tahu kalau beberapa waktu belakangan ini saya sedang gelisah dan sedih karena Al Qur’an itu hilang.
Tiba-tiba kejadian lima tahun yang lalu kembali terulang, kali ini mama datang ke kamar untuk memberikan Al Qur’an kesayangan milik saya itu tepat sehari sebelum bulan Ramadhan tiba. Padahal sebelumnya saya dan kedua orang tua sama-sama mencarinya di setiap sudut rumah tapi tetap saja hasilnya nihil. Sekarang dengan izin Allah, Al Qur’an itu kembali dan akan menemani hari-hari saya dalam bulan Ramdhan tahun ini. Saya bahagia, sangat bahagia sampai-sampai menetes air mata saya. Teman-teman, saya percaya sekali bahwa Hidayah itu bisa datang kepada siapa saja dengan izinNya.
Jangan lelah untuk terus berdoa supaya selalu diberikan Hidayah kerena kita tidak tahu kapan Hidayah itu bisa diambil dari diri kita. Setiap pemberian dan kenangan memiliki arti tersendiri, begitupula dengan pemberian Al Qur’an kecil dari kedua orang tua dan cerita kenangan perjalanan hijrah saya selama ini, semua itu mahal harganya.
Hari ini, semua umat muslim di belahan dunia manapun sedang bersuka cita menyambut bulan Ramadhan tiba. Nanti malam sholat Tarawih akan dimulai, hati senang tiada terkira, semua kebaikan dunia Allah hadirkan pada Ramadhan yang mulia ini. Jangan sampai setiap waktunya dilewatkan dengan hal buruk yang penuh kesia-siaan.
Selamat berpuasa teman-teman, saudara seiman saya. Mohon maaf lahir dan batin, maafkan bila ada salah juga khilaf, terima kasih sudah membaca tulisan saya ini. Semoga ada manfaat dan pelajaran yang bisa diambil, semoga saya juga dijauhkan dari niat pamer atau Riya’. Alhamdulillah, saya siap menyambut bulan Ramadhan bersama Al Qur’an kecil bersampul kuning emas kesayangan. Semoga bisa tetap terus istiqomah sampai akhir bulan Ramadhan nanti. Aamiinn :)
13 komentar
Mungkin banyak orang yang mengalami hal yang serupa, tapi ia lebih memilih diam tak diceritakannya. Tapi ceritamu ini sukses buat saya merinding.
BalasHapusMakasi mas Wahyu, semoga bisa buat semakin istiqomah ngajinya.
HapusSemoga Alquran kecilnya menjadi sahabat sejati sepanjang masa dan pada bulan ramadhan ini mendapat hidayah khatam alquran ya Mab..
BalasHapusAamiinn, makasi ya mbak :)
HapusAku jadi merinding ih bacanya, met puasa juga ya ^^
BalasHapusSoal Al Quran, aku ga awet, sekarabg kebih suka yang besar makenya
Hihihi, saya juga nggak nyangka mbak kok bisa bertepatan seperti ini. Memang Al Qur'an yang ukuran besar lebih nyaman dibaca dan nggak sakit dimata.
Hapusnyesss ceritanya.. selamat berpuasa ya mba
BalasHapusSelamat berpuasa juga mbak Mariana :)
HapusMasya Allah. Pengalaman spiritualnya luar biasa. Semoga istiqamah
BalasHapusAamiinn, makasih mbak Ade :)
HapusSaya jarang sih memakai Al-qur'an kecil, soalnya tulisannya kecil yang saya punya(karna dilengkapi terjemahan). Tapi kalau baca terjemahan saya make al-qur'an yang kecil. Karna al-ur'an besar saya tidak ada terjemahan. :D
BalasHapusKecil maupun besar yang mana saja mbak asalnya nyaman dipakenya, hehehe.
HapusTulisan ini bikin saya malu. Udah jarang pegang Al Qur'an 😭
BalasHapusJangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.
Terima Kasih.