Belajar Hidup Bertetangga dan Mandiri Bermasyarakat
Semenjak resmi menikah, tentu saja status seseorang juga resmi berubah. Tidak terkecuali dengan saya yang baru tiga bulan lalu melepas status sebagai seorang jomblo. Saat ini saya adalah seorang istri, meskipun belum menjadi ibu, saya tetaplah ibu rumah tangga. Sehari-hari saya banyak menghabiskan waktu di rumah untuk mengurus rumah dan keperluan suami.
Kami pun tinggal di sebuah rumah yang dibeli jauh sebelum saya resmi menjadi istrinya. Di suatu wilayah tepatnya di tengah kota kecil yang penuh kedamaian dan jauh dari hingar bingar keadaan kota besar. Kami berdua menetap sebagai penduduk, menjadi anggota masyarakat.
Jujur saja, hal tersebut menjadi sesuatu yang baru bagi saya dan rasanya cukup canggung. Saya seperti dituntut untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab. Tidak mudah untuk bisa bersosialisasi dengan baik, banyak yang mesti diperhatikan dan dipelajari. Terlebih lagi saya tinggal di daerah yang banyak dihuni oleh orang-orang generasi terdahulu.
Mayoritas dari mereka adalah ibu-ibu yang sudah memiliki anak bahkan cucu. Jelas Ini menjadi tantangan besar buat saya untuk bisa membaur dan masuk ke dalam ruang sosial bertetangga. Bagi saya pribadi, hal ini adalah sebuah keterampilan tersendiri.
Keterampilan Bertetangga yang Baik
Keterampilan yang tidak selalu dimiliki oleh semua orang, terutama anak muda saat ini. Tidak banyak anak muda yang mudah bergaul dengan orang yang jauh lebih tua dari dirinya. Kebanyakan anak muda saat ini lebih suka bergaul dan menghabiskan waktu dengan teman-temannya maupun mereka yang sebaya.
Kalau saya sendiri yang notabene adalah seseorang yang tidak begitu pandai bergaul, kesulitan terbesar saya adalah membaur menjadi bagian dari masyarakat atas nama keluarga sendiri, bukan lagi ikut orang tua. Saya pernah cerita ya di dalam tulisan sebelumnya kalau dulunya saya jarang sekali bergaul dengan tetangga.
Kalau saya sendiri yang notabene adalah seseorang yang tidak begitu pandai bergaul, kesulitan terbesar saya adalah membaur menjadi bagian dari masyarakat atas nama keluarga sendiri, bukan lagi ikut orang tua. Saya pernah cerita ya di dalam tulisan sebelumnya kalau dulunya saya jarang sekali bergaul dengan tetangga.
Saya terbiasa nyaman dengan kehidupan sendiri dan cenderung menutup diri kalau tidak ada hal yang penting maupun mendesak. Meskipun begitu saya juga bukan tipe orang yang sulit untuk diminta bantu, dengan catatan kalau saya bisa membantu. Cuma ya itu dia, saya dulunya tidak pintar bergaul alias kuper.
Jadi, tidak heran ya kalau jumlah teman saya tidak banyak dan tentu tidak sebanyak anak muda saat ini. Perasaan kaku dan bingung jelas sekali sering menghampiri saya terutama saat diminta tolong untuk melakukan sebuah pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Pekerjaan yang berkaitan dengan interaksi sosial, saat sedang berkumpul dengan tetangga saya lebih banyak memilih untuk diam.
Apalagi saya memiliki kesulitan untuk bisa berbahasa Madura halus sedangkan orang-orang di sekitar lingkungan saya sudah sepuh. Beruntung saya juga tinggal bersebelahan dengan budhe yang telaten mengajari saya berbahasa ibu dengan baik dan benar. Sebelumnya, saya memimpikan tinggal di lingkungan rumah yang notabene diisi oleh pasangan-pasangan baru.
Kalau bisa tinggal dengan lingkungan yang demikian mungkin saya tidak akan kesulitan untuk beradaptasi. Tapi mau bagaimana lagi saya memang kedapatan untuk tinggal di lingkungan yang seperti ini. Mau tidak mau saya harus banyak berubah dan terus belajar, tapi selama tiga bulan hidup disini ada banyak yang bisa saya pelajari.
Beberapa Hal Penting Untuk Dilakukan Saat Bertetangga
Hidup bertetangga itu ada adab dan etikanya serta tidak bisa sembarangan apalagi sesuka hati. Kalau kita masih menyimpan sifat egois dan mau sendiri, lebih baik jangan bertetangga dan hidup sendiri saja. Apa saja pelajaran yang saya dapat dari hidup bertetangga tanpa berlindung dari nama orang tua ?.
Dalam hidup bertetangga setiap orang dituntut untuk harus bisa membawa dan menyesuaikan diri dengan peraturan serta kebiasaan yang berlaku dimana kita tinggal. Pengabaian dan ketidakpedulian terhadap kebiasaan serta peraturan yang berlaku akan menyebabkan seseorang dimusuhi hingga berujung ke pertikaian.
1. Bersikap Ramah dan Sopan
Sebagai penduduk baru yang menetap disini, hal pertama yang paling penting dalam bertetangga adalah bersikap ramah dan sopan. Bersikap ramah dan sopan salah satunya dengan bertutur kata yang lembut dan tidak menyakiti hati orang lain.
2. Tidak Membiasakan Memotong Pembicaraan Orang
Jauh sebelum saya resmi menjadi istri, mama selalu mengajarkan saya untuk tidak memotong pembicaraan orang terutama mereka yang lebih tua. Jadi, kalau sedang dinasehati atau sedang berkomunikasi dengan tetangga saya belajar untuk lebih banyak mendengarkan apalagi memang posisi saya sebagai orang baru disana.
3. Tidak Sok Tahu
Hidup di lingkungan dengan orang-orang dari generasi dulu membuat saya belajar satu hal penting dan sensitif. Saya menahan diri untuk bersikap sok tahu, meskipun terkadang adakalanya saya lebih tahu topik yang sedang dibicarakan namun saya tetap anteng mendengarkan. Lain halnya kalau saya diberi kesempatan untuk berpendapat, saya pasti ajukan apa yang saya ketahui.
4. Tidak Mudah Berhutang
Poin yang satu ini paling saya hindari, semoga saya tidak sampai berhutang pada tetangga. Dalam hidup bertetangga khususnya, sering kali pertikaian antara sesama warga terjadi karena diakibatkan masalah hutang piutang. Saya punya banyak pengalaman yang kurang mengenakkan dengan tetangga yang sering berhutang kepada mama saya dulunya.
Oleh sebab itu, sebisa mungkin saya menghindari untuk memiliki hutang kepada tetangga. Menghindari itu lebih baik daripada terlanjur berhutang dan meminta maaf karena telat melunasinya. Aplagi kalau kita punya hutang dan tidak sanggup membayar lalu mendadak kita berubah menjadi kasar kepada si penagih, *curhat* hahaha.
5. Menutup Aib
Sejak awal menikah suami selalu berpesan untuk tidak terbiasa kumpul-kumpul dengan tetangga bila tidak ada hal penting. Itu untuk menghidari aktivitas favorit semua perempuan yakni membicarakan orang lain terutama keburukan dan aib orang lain. Salah satu syarat bertetangga dengan baik adalah mampu menutupi aib tetangga.
6. Tidak Mencampuri Urusan Tetangga
Sedekat apapun kita dengan tetangga bukan berarti kita berhak mencampuri semua urusan mereka terutama yang bersifat pribadi. Bersikap dan berhubungan dengan sewajarnya juga ingat batasan. Tidak perlu penasaran dengan urusan orang lain, terlebih lagi bagi anak muda seperti saya. Rasanya sangat tidak sopan kalau terlalu mengurusi urusan orang lain.
7. Memahami Karakter dan Kebiasaan Tetangga
Baru tiga bulan hidup di lingkungan tempat kami berdua tinggal, saya sempat beberapa kali dibuat kaget dengan karakter tetangga yang berbeda-beda. Bukan hanya karakternya tapi juga kebiasaan-kebiasaannya. Satu-satunya cara untuk mengahadapinya cukup belajar untuk memahami mereka dan terbiasa dengan semua itu.
Saya masih terus belajar, memiliki tetangga yang baik adalah kenikmatan yang luar biasa, tapi bagaimana bisa didapat jika kita tidak membuka diri. Kadang masih sulit percaya rasanya baru kemarin saya masih cengengesan teriak-teriak dan nongkrong sana sini dengan teman sebaya. Sekarang, saya harus belajar pelajaran kehidupan baru. Bahwa saya adalah seorang ibu rumah tangga, sudah saatnya menjadi “ibu-ibu” bagian dari masyarakat.
Baca Juga : Akhirnya, Kami Resmi Menikah !
Baca Juga : Akhirnya, Kami Resmi Menikah !
Semua orang akan menghadapi hal ini. Sebagian orang memilih menutup pintu, menjadikan rumah hanya sebagai tempat singgah. sebagian lain memilih untuk menyambung silaturahim, menjadikan rumah sebagai basis tempat bertumbuh. Tidak pernah terbayang jika harus hidup seperti orang-orang kaya yang pintu rumahnya tinggi-tinggi tidak saling kenal dengan tetangga.
Tidak hidup sosialnya, jarang kembali pulang ke rumah dan banyak menghabiskan waktu diluar rumah. Padahal tidak bisa kita pungkiri kalau tetangga adalah saudara pertama yang bisa kita minta bantuan saat dibutuhkan. Semisal kita sedang sakit pastilah tetangga terdekat yang akan membantu terlebih dahulu.
Awalnya berat, karena berhadapan dengan para senior, tapi keterampilan ini tetap harus diasah. Berpisah dari orang tua, agar mandiri bermasyarakat. Semangat bagi para pengantin baru, kalian memutuskan menikah, membangun keluarga sendiri. Jadi, bertanggung jawablah dan nikmati semua proses baru dalam hidup yakni bertetangga.
Semoga kita semua bisa menjadi tetangga yang baik dan bermanfaat. Menjadi bagian dari anggota masyarakat yang hidup saling tolong menolong dan penuh damai. Saling menyapa, saling menebar senyum dan saling hidup rukun.
20 komentar
Mungkin suatu saat aku juga mengalami dan mempraktikan belajar hidup bertetangga. Sampai saat ini, saya masih tinggal di lingkungan lama. :)
BalasHapusSemoga segera diberi kesempatan untuk bisa tinggal di lingkungan baru bersama keluarga ya mbak :)
HapusKalau di tempat saya tinggal, orang2 cenderung apatis. Saya jadi salah tingkah sendiri. :(
BalasHapusYa ampun mbak, kok bisa ya hidup apatis gitu ? :(
HapusTemanku juga proses belajar bahasa Madura. Habis, dia dapat suamu lingkungan kampung madura. Mau nggak mau harus belajar juga. Katanya unik sekali. ^_^
BalasHapusHihihi, bahasa Madura itu susah susah gampang mbak. Apalagi belajar logatnya. :D
HapusAwal menikah memang susah. Setelah berjalan satu tahun, alhamdulillah sudah mulai akrab dengan tetangga. :)
BalasHapusAlhamdulillah :)
HapusBelajar bahasa madura halus menurutku susah sih. :'D
BalasHapusBetul mbak. :)
HapusAku suka banget cara berpikir kalian berdua. Meskipun usia kalian mungkin jauh dibawahku tapi kalian dewasa. Dulu awal2 menikah aku juga merasakan hal yang sama, aku harus menyesuaikan diri dengan mereka yang lebih tua.
BalasHapusHehehe, aku belajar banyak sampai bisa seperti ini mbak dan harus terus belajar mbak. :D
Hapusgak ngumbar aib..n bikin gossip....
BalasHapuskalo ada tetangga begini..ampuun deh.....
Kalau ada yang seperti itu dunia nggak akan pernah menjadi menyenangkan mbak. :D
Hapusyes! mesti banget deh ini dipelajari, karena tetangga kan keluarga paling dekat
BalasHapussalam,
ara
Betul.
HapusBertetangga itu buatku juga kagok. Takutnya malah jadi gank rumpi. Tapi pas ada acara dan ketemu berasa jadi alien hehehe. Meski sebenarnya kalau ketemu suka saling lempar senyum sih.
BalasHapusBetul banget teh, aku juga gitu pas lagi kumpul-kumpul suka kagok aja. :D
HapusAgak susah ketika dari perkotaan, lalu pindah ke lingkungan pedesaan karena ikut suami. :) Alhamdulilah sudah terbiasa sekarang.
BalasHapusAlhamdulillah, semoga betah di tempat yang baru ya mbak. :)
HapusJangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.
Terima Kasih.