Belum resmi menjadi seorang ibu tapi dramanya sudah dimulai dari sekarang, apalagi kalau bukan drama galau antara melahirkan normal atau sesar?. Jadi ceritanya, saat kehamilan saya masuk usia delapan bulan dokter memvonis kalau kemungkinan saya tidak bisa melahirkan secara normal karena ada riwayat asma dan posisi bayi yang pada waktu itu masih sungsang.
Jujur saja pertama mendengar vonis tersebut saya dan suami merasa biasa saja bahkan suami cenderung lebih senang karena kalau melahirkan secara sesar itu artinya kita bisa memilih tanggal lahiran yang unik. Nah, si mas suami ini sudah membuat rencana jauh-jauh hari agar saya bisa melahirkan tepat di hari kemerdekaan kemarin.
Namun apa yang terjadi? Suatu hari saat sedang ngobrol dengan mbak di rumah di tengah perbincangan kami si mbak bilang begini, “Pokoknya kalau lahiran dengan cara operasi itu artinya belum jadi ibu sepenuhnya..”. Saat itu juga saya langsung kaget dan merasa tersinggung, Cuma saya memilih diam dan mengalihkan pembicaraan.
Hidup memang kurang greget kalau belum ada pro kontranya, semua serba dinyinyirin. Mau lahiran saja diomongin apalagi yang belum bisa hamil pasti akan dinyinyirin dan itu menyakitkan lho ibu-ibu. Yuk ah, kita belajar untuk memahami perasaan orang lain atau setidaknya memilih diam tanpa memberi komentar yang menyakitkan perasaan sesama wanita.
Beberapa hari setelah obrolan tersebut terjadi iseng-iseng saya membuat sebuah status di akun facebook. Isinya saya curhat tentang apakah betul kalau kita melahirkan secara sesar itu artinya kita belum bisa menjadi ibu?. Tanpa disangka dari status singkat tersebut mendapat respon yang luar biasa dari teman-teman terutama mereka yang sudah pernah melahirkan secara sesar.
Drama Lawas Antara Normal dan Sesar
Sebenarnya jauh sebelum hamil pun saya sudah tidak asing dengan drama lawas yang ada di kalangan ibu-ibu ini. Cuma tidak terbayangkan sebelumnya kalau pada akhirnya sekarang saya menjadi korban drama yang tidak habis-habisnya ini, hahaha. Awalnya saya biasa saja tapi tiba-tiba hati saya mulai tidak bisa diajak kompromi saat mendengar omongan si mbak waktu itu.
Rasanya marah dan tidak terima kalau semisal saya melahirkan secara sesar dianggap belum menjadi ibu sepenuhnya. Kalau begitu pengorbanan saya hamil selama sembilan bulan tidak terhitung sebagai pengorbanan sebagai ibu ya?. Padahal selama sembilan bulan ini tidak mudah untuk saya lewati mulai dari rasa mual yang tiada henti sampai hamil tua, muntah, pusing, susah makan, kram, kaki dan tangan yang membengkak serta banyak lagi.
Tapi memang mau gimana lagi melahirkan secara sesar memang kerap dianggap buruk bagi sebagian ibu-ibu yang merasa sudah menjadi ibu sepenuhnya karena berhasil melahirkan secara normal. Pokoknya kalau ada ibu yang sesar itu bisa dipastikan dia tipe ibu pemalas dan takut sakit, kira-kira begitu yang saya pahami dari mereka.
Bayi dengan posisi sungsang, maupun bayi yang kepalanya tidak mau masuk ke pinggul saat melahirkan itu berarti ibunya malas gerak dan jalan. Duh, rasanya gemas sekali kok bisa-bisanya bicara seperti itu? Yang tahu betul kondisi kita saat sedang hamil kan kitanya sendiri bukan orang lain.
Sampai akhirnya suami meminta saya untuk tidak usah mendengarkan omongan yang seperti itu, mau normal atau sesar yang penting ibu dan anaknya selamat. Hari berganti ternyata tepat tanggal 17 Agustus kemarin belum ada tanda-tanda untuk melahirkan. Begitu juga karena usia kehamilan saya yang belum cukup untuk melahirkan.
Sampai akhirnya seminggu yang lalu tanpa disangka-sangka saya harus mendapat perawatan di rumah sakit selama dua hari. Selama di rumah sakit itulah saya tahu betul kalau melairkan secara sesar juga butuh perjuangan dan jauh lebih sakit pada masa penyembuhannya. Masa-masa sulit selepas sesar merupakan tantangan tersendiri bagi seorang ibu.
Luka jahitan yang masih basah, harus belajar miring kanan kiri dalam sehari, belajar duduk lalu dilanjut belajar jalan, belum lagi harus menggunakan selang kateter untuk pipis. Saya trauma kalau disuruh pakai selang kateter, sakit dan risih. Emang kamu kenapa kok sampai di opname, Cha? Karena kepanikan saya saja mules-mules disangka sudah waktunya melahirkan ternyata masih belum.
Terus kenapa sampai pakai selang kateter? Entah kenapa waktu itu saya mendapat suntik pematang paru padahal saat itu usia kehamilan saya sudah masuk 37 minggu itu artinya bayi saya sudah tidak membutuhkan suntikan tersebut. Tapi ya sudahlah saya tidak berminat membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah sakit tersebut, buruk.
Jadi, Pilih Melahirkan Normal Atau Sesar?
Kalau ditanya ingin melahirkan normal atau sesar saya sebagai calon ibu baru pasti memilih melahirkan secara normal. Bukan karena takut dicap tidak bisa menjadi ibu sepenuhnya, melainkan saya cari aman saja dari rasa sakit yang lama dan tentu biaya persalinan yang selangit, hahaha. Bukan, saya ingin melahirkan secara normal agar setelahnya saya bisa cepat-cepat merawat ibu yang sedang sakit.
Namun terkadang saya suka senyum-senyum sendiri ternyata saya sudah mau menjadi ibu buktinya saya sudah masuk ke dunia penuh drama antara melahirkan normal atau sesar. Jauh dari drama tersebut diluar sana ada banyak perempuan yang mendamba untuk bisa hamil dan melahirkan. Saya juga tidak perlu terlalu serius menanggapi omongan buruk semisal saya harus melahirkan diatas meja operasi.
Saat ini usia kehamilan saya sudah masuk 38 minggu masih ada waktu sekitar dua minggu lagi sampai batas akhir usia kehamilan yakni 40 minggu. Rasanya sudah tidak sabar ingin segera bertemu bayi ini, sudah banyak orang yang setiap bertemu dengan saya bertanya, “Kapan lahiran?, Kok belum lahir juga?..” dan lain sebagainya.
Hidup memang kurang greget kalau belum ada pro kontranya, semua serba dinyinyirin. Mau lahiran saja diomongin apalagi yang belum bisa hamil pasti akan dinyinyirin dan itu menyakitkan lho ibu-ibu. Yuk ah, kita belajar untuk memahami perasaan orang lain atau setidaknya memilih diam tanpa memberi komentar yang menyakitkan perasaan sesama wanita.
Oh iya, setelah melahirkan nanti dengar-dengar akan ada drama baru yang sudah menanti. Bayi ASI dan Sufor, sudah siap beneran Cha jadi ibu? Hahaha. Siap dong insya Allah.