Satu Melengkapi Namun Dua Melenyapkan
Orang bilang kalau kunci dari hubungan yang langgeng adalah kesetiaan dan kepercayaan satu dengan lainnya. Saya dan suami adalah sepasang suami istri baru yang baru saja memulai perjalanan panjang mengarungi bahtera rumah tangga yang kami rajut mulai tahun lalu. Pagi ini saya tertegun dan kaget melihat fenomena kesedihan seorang istri akibat ulah dari tidak adanya kesetiaan.
Saya masih ingat sekali pertanyaan salah satu keluarga suami dulu, “Kenapa kamu yakin dengan Yanto dan mau nikah sama dia?..”. Waktu itu bibir saya kelu saya tidak tahu mau menjawab apa yang saya tahu dan saya rasa adalah saya sangat menyayangi dia cuma dia tidak mau dengan yang lainnya. Pernikahan bukan sebuah ajang permainan apalagi uji coba, semua yang ada di dalamnya kelak akan diminta pertanggung jawaban.
Ada juga yang pernah bertanya kepada saya, “Kamu yakin bisa setia dengan dia? Yanto belum mapan dan karakternya juga keras..”. Lagi-lagi waktu itu saya cuma bisa menjawab kalau saya cuma mau dia tidak dengan yang lain. Saya tidak memikirkan apakah dia akan setia atau tidak? Apakah saya bisa menjaga kepercayaannya atau tidak? Pokoknya yang saya tahu, kami akan menikah.
Satu Melengkapi Namun Dua Melenyapkan
Sebagai seorang istri terkadang ada sedikit ketakutan dalam hati saya jika kelak suami atau mungkin saya sendiri tidak lagi bisa menjaga kesetiaan dan kepercayaan dalam hati kami. Ditambah lagi akhir-akhir sekarang banyak sekali kejadian dimana manusia tidak lagi malu merebut paksa apa yang telah menjadi milik manusia lainnya. Yang penting nafsu sendiri terpenuhi, tidak lagi memikirkan bagaimana hati yang tersakiti.
“Mas, sayang sama aku?, Mas nggak bosan kan sama aku? Atau Mas, kok mau sama aku?..”. Tiga pertanyaan itu yang dulu sering sekali saya tanyakan pada suami sampai beliau pernah marah dan mendiamkan saya. Iya, saya takut bahkan sempat parno kalau-kalau suami kecantol dengan perempuan lain.
“Kamu buat apa sih nikah sama aku kalau kamu nggak percaya sama aku seakan aku nggak bisa setia sama kamu?..”. Seketika itu hati saya seperti dihujam sesuatu yang berat sehingga membuat saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sejak saat itu saya tidak pernah lagi meragukan kesetiaan suami,apalagi saat rumah tangga kami dicoba dengan ujian yang berat dari Allah.
Sakitnya mama seperti menjadi sebuah pembuktian kalau suami saya benar-benar memalungkan hatinya kepada saya, istrinya yang dia nikahi ini. Suami begitu perhatian dan sayang kepada kedua orang tua saya sebagaimana beliau menyayangi kedua orang tuanya. Beliau tidak pernah menyesal dan takut kehilangan waktu, tenaga bahkan uangnya demi kesembuhan mama.
Sakitnya mama seperti menjadi sebuah pembuktian kalau suami saya benar-benar memalungkan hatinya kepada saya, istrinya yang dia nikahi ini. Suami begitu perhatian dan sayang kepada kedua orang tua saya sebagaimana beliau menyayangi kedua orang tuanya. Beliau tidak pernah menyesal dan takut kehilangan waktu, tenaga bahkan uangnya demi kesembuhan mama.
Nah, disaat itu tiba-tiba setan mulai berbisak di dalam hati saya. “Apa mungkin suami kamu sesetia itu? Mana ada sih orang sebaik suami kamu? Jangan-jangan nanti dia akan bosan juga dan kamu akan ditinggal..”. Seketika itu setiap kali melihat suami saya seperti ketakutan sendiri, takut beliau akan berpaling dengan saya.
Ditambah kondisi saya yang baru melahirkan anak kami dua bulan lalu, harus mengurusi urusan rumah yang tidak ada habisnya sampai-sampai saya lupa memberikan perhatian pada tubuh saya. Saya masih ingat waktu itu tiba-tiba mama memanggil saya, “Kamu sambil rawat badanmu, wajahmu kelihatan capek banget, Cha. Kasihan Yanto dia kan suami, kamu harus tampil cantik di depan dia..”.
Kali itu juga saya langsung pergi ke kamar dan berdiri di depan kaca, saya pandangi tubuh saya, wajah saya, rambut saya yang digelung berantakan, belum lagi bau tubuh yang belum mandi karena repot mengurus mama, bapak, suami dan anak yang masih bayi. Jangankan untuk mengutus tubuh, bisa tidur nyenyak saja saya sudah bahagia sekali.
Belum lagi harus memikirkan ekonomi keluarga kami, kebutuhan Mirza, kebutuhan berobat mama, laptop suami yang mulai error dan banyak lagi. Ketakutan itu mulai menjadi-jadi, saya menangis di dalam kamar menanggung rasa takut yang tidak beralasan tersebut. Suatu ketika saya pandangi suami yang sedang sholat malam, saya pun mulai menitikan air mata merasa berdosa kepada beliau.
Sampai saya sempat berpikir kalau tidak apalah jika suami harus memilih yang lain, suami mana yang tahan dengan kondisi saya saat itu. Tapi, bagaimana mungkin saya mampu tanpa beliau? Tanpa hadirnya belahan jiwa dalam hidup saya?. Hingga semua perasaan tersebut berkumpul menjadi satu dan meledak juga dihadapan suami.
Saya peluk suami saya, saya menangis sejadi-jadinya dipelukannya, menumpahkan semua beban berat saya. Suami memeluk saya, mendekap saya sambil mencoba menenangkan kegelisahan saya kemudian dia bilang untuk bersabar semua ini pasti akan terselesaikan. Seketika itu hati saya mulai tenang, beban berat dan semua pikiran buruk lenyap.
Foto Pertama Kami Berdua :)
Memang betul kita tidak bisa menjaga pasangan kita setiap saat, tidak bisa membututi kemanapun dia pergi. Yang bisa kita lakukan adalah menitipkannya kepada Allah, agar Allah jaga hatinya. Saya sadar dengan semua keterbatasan dan kekurangan saya selama ini sebagai seorang istri. Saya bukan wanita dengan paras cantik, tubuh yang ideal, otak yang cemerlang namun saya berusaha untuk membahagiakannya dengan segenap hati dan sekuat tenaga.
Kesetiaan membuat segalanya menjadi indah. Kesetiaan membuat cinta teguh bertahta di tempat yang terjaga. Sebagaimana keteladanan kisah Muhammad bin Abdullah dan Khadijah binti Khuwailid. Jika boleh aku meminta, bersetia-lah, setia pada pilihan yang kau tetapkan, jauh-jauh hari.
Kepercayaan adalah modal untuk menjalani sebuah hubungan. Bagaimana aku bisa mencintai Tuhanku dalam hubunganku denganNya jika aku tidak mempercayaiNya?. Dan bagaimana aku bisa mencintaimu dalam hubungan sepasang manusia jika kita tidak bisa saling menjaga kepercayaan?
Ada yang memilih untuk memiliki perhatian lebih dari satu pilihan. Ada banyak alasan mengapa memilih begitu, bukan? Wanita tahu, bahwa disayangi dan dicintai itu rasanya bahagia. Tidak bisa menentukan pilihan? tidak mau kehilangan perhatian dari kedua, ketiga, keempat sumber pemberi perhatian yang ada?.
Kenapa banyak yang sulit setia pada satu pilihan saja? Apa karena manusia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki?. Tidak pernah ada kebahagiaan pada hati yang tidak setia. satu itu melengkapi, namun dua itu melenyapkan. Bahwa masih ada orang-orang yang memilih untuk menetap pada satu pilihan saja.
Pelipur Hati, Mirza :)
0 komentar
Jangan lupa berkomentar ya, tinggalkan alamat blognya biar bisa balik berkunjung.
Terima Kasih.