Setelah lama tidak menulis soal pengalaman pribadi kali ini saya mau kembali cerita soal pengalaman saya bersama suami. Ya, tulisan ini tentang perjalanan pernikahan kami yang bulan depan nanti akan memasuki usia 2 tahun. Memang masih sangat muda tapi ada banyak sekali pelajaran, pengalaman dan keadaan yang cukup berat yang sudah kami berdua lewati.
Dulu, sebelum menikah kami sering sekali dipesan kalau pernikahan itu tidak mudah, menjalani pernikahan itu berat banyak ujiannya. Betul, betul sekali saya dan suami merasakan hal tersebut. Membangun pernikahan harmonis menjadi mimpi sekaligus tantangan bagi setiap pasangan.
Salah satu hal terberat dalam pernikahan adalah mengelola sifat egois yang dimiliki setiap pasangan baik dari suami maupun istri. Kadang kepada teman sendiri kita masih egois apalagi kepada pasangan yang setiap waktu bertemu. Kadang juga, keinginan suka berbeda dan di saat itu lah sifat egois keluar. Pokoknya kamu ikutin mauku!.
Egois Membuat Cinta Kepada Pasangan Menjadi Hilang
Teman-teman pasti sudah banyak yang tahu kalau penyebab hilangnya rasa cinta pada pasangan salah satunya adalah sifat egois. Kita memaksakan semua kehendak dan keinginan pada pasangan. Tanpa mau belajar berempati, mengerti keadaan pasangan kita, terlalu mendekte pada pasangan sehingga merasa kalau semuanya harus diturutin.
Saya dan suami juga pernah berada dalam posisi tersebut, suami begitu terlihat sangat menjengkelkan saat sifat egoisnya muncul. Saya pun akan membuat marah dia saat saya sudah tidak mau lagi mengerti keadaannya. Jadi, beberapa hari yang lalu kami berdua sempat adu argumen soal uang.
Baca Juga : Jangan Bohongi Suami!
Baca Juga : Jangan Bohongi Suami!
Alhamdulillah, saya mendapat kelebihan rezeki, kalau dihitung memang lumayan banget. Nah, saat itu juga suami minta untuk dibelikan sepatu dan tas bulutangkis yang memang sudah lama rusak dan tidak layak pakai tapi karena belum ada uang jadinya terpaksa tetap dipakai.
Saya merasa berat untuk meng-iya kan permintaannya tersebut, waktu itu dalam hati saya tidak terima, “ini kan uang aku!”. Namun pikiran dan perasaan saya berkecamuk cukup hebat, di satu sisi saya ingin menyimpan uang sendiri namun sisi lainnya saya lihat dia memang butuh sepatu dan tas bulutangkis yang baru.
Apalagi selama ini suami sangat bertanggung jawab dengan semua kebutuhan saya dan Mirza. Jadi, sebenarnya apa salahnya sih meng-iya kan keinginannya?. Egois? jangan egois nanti akan menyesal. Saat itu juga saya membicarakan semua uneg-uneg saya pada suami, dia mengerti dengan keadaan dan perasaan saya.
Saya mulai menurunkan emosi dan ego saya (meskipun susahnya minta ampun), akhirnya dengan legowo saya izinkan suami membeli tas dan sepatu bulutangkis. Selama ini kami selalu memprioritaskan kepentingan bersama, mana yang lebih penting silahkan pakai uangnya. Kami tidak ingin karena urusan uang saja kami berdua harus bertengkar.
Baca Juga : Pentingnya Memaafkan dan Meminta Maaf dalam Rumah Tangga
Baca Juga : Pentingnya Memaafkan dan Meminta Maaf dalam Rumah Tangga
Begitulah kalau ego sudah muncul hal yang sebenarnya terlihat sepele bisa membesar menjadi bahan pertengkaran yang tidak ada gunanya. Egois hendaknya bisa dikalahkan dengan semakin bertambah dewasanya seseorang dalam hal berpikir serta bertindak. Apalagi bila dalam sebuah rumah tangga telah dikarunia anak-anak dan buah hati.
Apa yang Saya Lakukan Saat Egois dan Keras Hati Muncul?
Sebelumnya saya mau mengingatkan kita semua kalau hidup yang jauh dari Allah itu tidak akan pernah menghasilkan keberkahan. Mau sehebat apa pun konsep pernikahan dan ilmu pernikahannya tapi kalau jauh dari Allah semua terasa hambar. Percayalah bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar, fokus pada ridho Allah saja Insya Allah semua akan baik-baik saja.
Pernikahan bukan melulu soal yang indah, romantis dan menyenangkan, tapi juga soal mengelola konflik, perbedaan pandangan dan cara penyampaian. Maka jika saya semakin mahir mengelola perasaan, semakin kebal dan tak mudah baper, semakin mudah pernikahan untuk saya jalani. Apapun masalahnya takkan jadi masalah.
Sebaliknya, semakin sensitif, mudah bawa perasaan, mudah tersinggung, hobi memendam dendam, maka seremeh apapun permasalahan akan selalu jadi masalah besar. Bukan pernikahannya yang salah, bukan rumah tangganya yang seperti neraka, tapi sifat kita yang terlalu rapuh lah yang membuat segalanya terasa sulit.
Saya adalah tipe wanita yang mempunyai perasaan sensitif dengan tingkat sensitif yang cukup tinggi. Perlahan, setiap hari saya belajar untuk mengurai air mata jika berhubungan dengan dosa-dosa saya sendiri. Ingat mati, ingat kalau hidup cuma sebentar dan ingat lagi kalau pernikahan ini adalah ibadah panjang yang hanya mengharap ridho Allah.
Terlebih saat ini sudah ada Mirza, saya mulai menyaring hal-hal yang tidak penting untuk saya lakukan, saya pikirkan dan tentu untuk saya bicarakan. Membuat pikiran tambah penuh, hati menjadi keras dan mudah berprasangka buruk. Let it go, pada akhirnya keadaan sulit menjadikan saya sebagai pribadi yang lebih dewasa, kuat dan lembut.
Baca Juga : No Drama, Let It Go!
Baca Juga : No Drama, Let It Go!
Kalau sudah begitu, perasaan saya menjadi lebih tenang, saya lebih ikhlas dan pasrah menjalani semua kondisi dalam pernikahan. Kalau sudah menjadi istri maka ridho suami menjadi begitu penting karena ridho suami adalah ridho Allah. Ya, ridho suami adalah ridho Allah membuat hati saya kembali lembut dan ikhlas serta pasrah sepenuh hati.
Semoga Allah mudahkan setiap istri dan suami yang berharap pada ridhoNya, terutama para istri yang sedang berjuang untuk mengalahkan perasaan sensitifnya yang kerap melahirkan sifat egois, hati yang keras dan bersikap begitu menjengkelkan. Jangan menyerah, singkirkan semua sifat egois dalam diri kita, karena untuk mengubah suatu keadaan dimulai dari diri kita terlebih dulu.